LEGENDA KYAE BERUMBUNG

LEGENDA

KIAYI

BERUMBUNG

Karya : Agus Suharjoko, S.Sn.

PARA PETANI PUTUS ASA KARENA LAHAN PERTANIANNYA GERSANG DAN

TAK DAPAT DITUMBUHI TANAMAN APAPUN.

Petani A :

Bagaimana ini?! Lahan semuanya tandus, gersang dan tak dapat ditumbuhi apapun.

Sementara sumur tidak ada lagi airnya.

Petani B :

Iya ya... terus bagaimana dengan panen kita. Pasti dimusim ini kita akan gagal panen lagi.

Mana kita harus membayar upeti kepada penguasa.

Petani 3 :

Ayo kita bekerja lebih giat, siapa tahu kita masih bisa mendapatkan hasil walaupun tidak

sesuai dengan harapan kita.

Petani 4 :

Iya.... ya.... dan kita pasrah saja dengan keadaan seperti ini.

Petani A :

Iya mau bagaimana lagi, penguasa itu memang tidak pernah mau tahu tentang kesulitan

kita.

Petani B :

Iya yang mereka mau hanyalah, upeti dan upeti dari kita.

Kyai Barumbung mendengarkan keluhan penduduk, akhirnya dengan meminta

pertolongan Yang Maha Kuasa didapatkannya sumber air.

Kyai Barumbung :

Assalamualaikum...

Semuanya :

Walaikum salam

Kyai Barumbung :

Sedang apa kalian ?! Kok tidak bekerja. Apa yang sedang kalian alami dengan tanaman

kalian ?!

Petani A :

Ini pak... coba bapak lihat... lahan tandus...tanaman tak lagi bisa tumbuh dengan subur

dan sementara air tak lagi dapat kita temukan...

Petani B :

Lalu bagaimana kami nanti bisa panen, sementara penguasa maunya hanya meminta dan

meminta upeti dari kami....

Petani 3 – 4 :

Kami sudah tidak kuat lagi pak menanggung beban hidup dan penderitaan ini. Tapi

bagaimana lagi? Kami hanyalah rakyat kecil dan menggantungkan hidup ini dari hasil

bercocok tanam kami, lalu apa jadinya kalau begini...

Lalu para petani pulang, sementara Kyai Berumbung memohon petunjuk pada Allah

SWT. Dan terjadilah ke ajaiban, Kyai Barumbung menemukan sumber air.

Kyai Barumbung :

Alhamdulillah...ternyata Allah SWT. memberikan apa yang diharapkan oleh penduduk...

Petani 5 :

Assalamualaikum ....

Kyai Barumbung :

Walaikumsalam... ada apa ini ?!

Petani 5 :

Alhamdulillah Kyai telah memberi kami sumber air untuk penduduk desa di sini, terima

kasih kyai...

Kyai Berumbung :

Jangan berterima kasih kepada saya, bersyukurlah kepada Allah SWT...

Assalamualaikum..

Petani 5 :

Walaikumsalam...

Weh...para penduduk semua, ini ada air...

Para petani saling berucap syukur dan sumber mata air itu diberi nama : SUMBER

BERUMBUNG

Aktivitas petani menyiram tanaman dan petani bercocok tanam di ladang.

Suasana panggung :

- Orang-orangan sawah bergerak ritmis karena angin.

- Musik (kotekan sawah)

- Petani lagi cangkruk di bawah orang-orangan sawah

- Empat petani masuk (dua dari kiri dan dua dari pemusik)

-Kera lewat

Petani 3 :

Sungguh bersyukur, panen melimpah berkat sumber berumbung. Namun getirnya hidup

ini kita tidak pernah menikmati hasilnya karena harus diserahkan sebagai upeti. Kapan

kita bisa menikmati hasil panen dari tanah dan keringat kita sendiri... dasar penguasa..

Eit kenapa aku bicara sendiri ya?

Petani A :

Ada apa pak ? kok kedengarannya bapak bicara sendiri...

Ya memang beginilah nasib kita, nasib rakyat kecil yang selalu kalah oleh penguasa.

Petani 3 :

Iya ini bu... tapi kenapa ibu ke ladang sendirian, kok suaminya gak ikut serta ? hehehe...

maaf cuman nanyak.

Petani A :

Ya beginilah pak nasib saya, sudah 3 tahun ditinggal suami..

Petani 3 :

Oh jadi ibu janda toh ?

Petani A :

Iya pak saya sudah menjanda, memangnya kenapa pak ?

Petani 3 :

Ya ndak apa-apa bu, saya cuman pengen meringankan beban ibu, boleh kan ? tapi

ngomong-ngomong, sakit apa almarhum suami ibu ?

Petani A :

Ya beginilah memang nasib rakyat kecil, suami meninggal bukan karena sakit, tapi

dianiaya oleh penguasa karena mempertahankan harga dirinya, harga diri orang Madura.

Petani 3 :

Oh maaf kalau begitu, sudah mengganggu ketenangan sampeyan..

Kera tiba-tiba menyelinap di balik tanaman timun. Orang-orang pada mengusirnya.

Petani A :

”sebentar lagi kita akan panen, semoga panen kita kali ini utuh kita nikmati, tidak seperti

dulu yang kerap kali dicuri oleh para penyamun, huh............

Petani B :

”kamu benar, bertahun-tahun sejak penguasa lalim itu menjadi penguasa disini, bukannya

kemakmuran yang kita dapatkan, mana harus berhadapan dengan pencuri, belum lagi

musti menyerahkan upeti pada mereka, nasib.........nasib........!

- Musik suasana berubah

Aktivitas Berhenti saat kedatangan kyai berumbung.

- Dari balik pemusik berdiri kyai berumbung sambil melihat-lihat suasana sawah.

- Melangkah mendekati para petani

Kyai berumbung :

”Assalamualaikum”

Para petani :

”wa’alaikum salam”

Kyai :

”bagaimana kabar kalian dan keluarga kalian semua?”

Petani A :

”kabar kami dan keluarga kami tidaklah begitu baik kyai, setiap kali menghadapi masa

panen, kami selalu dihantui keresahan,apalagi beberapa tahun terakhir ini hasil panen

kami tidak bisa kami nikmati sendiri”

Kyai :

”astaghfirullah....memangnya apa yang telah terjadi selama ini dengan kalian?”

Petani B :

”begini kyai, hasil panen kami sebenarnya sangatlah melimpah, namun semenjak

penguasa lalim itu berkuasa, situasi desa kami tidak aman, perampokan, penindasan,

pemerasan bahkan pencurian atas harta benda kami telah merajalela, kami tidak bisa

berbuat banyak, karena nyawa taruhannya.”

Kyai :

”Masya Allah, sungguh tak berprikemanusiaan mereka, bertingkah seperti binatang,

begini, kalian harus berusaha keluar dari masalah ini segera, bekali diri kalian dengan

ilmu dan kemampuan membeladiri, lalu sertai dengan doa pada Tuhan.

- Kyai barumbung pamit terus keluar menuju pemusik

- Para petani berlatih silat

- Sementara di belakang panggung 2 orang membawa keranjang (upeti) lewat begitu saja

dengan rasa ketakutan.

- Para petani merespon

- Para petani menuju tempat pemusik

- Kera masuk panggung

- Kyai Barumbung masuk panggung dan duduk di kanan panggung

Para Petani berwudhuk untuk mendengarkan wejangan kyai berumbung.

- Petani Masuk panggung

- Membuka paccak sambil membungkukkan tubuhnya

- Lalu duduk di panggung kiri

Kyai :

”Saudara-saudaraku, hidup ini tidak seindah dan tak semudah yang kita impikan,

rintangan, cobaan, hambatan, datang silih berganti selama nafas masih dikandung badan,

selama itu pulalah kita hendaknya terus menerus memohon perlindungan dan kekuatan

pada Tuhan untuk bisa melalui itu semua, jangan berdalih bahwa kita pasrah pada

ketentuan Tuhan padahal kita sebenarnya putus asa.

Kyai Berumbung bertutur tentang penindasan oleh penguasa di Madura.

Kyai :

”Saya masih ingat ketika dulu bangsa kita dikuasai oleh penguasa yang lebih jahat dari

penguasa sekarang, kala itu rakyat selalu menjadi sasaran kesewenang-wenangan sang

penguasa yang hidup dengan menghambur-hamburkan upeti yang kami bayar tiap saat,

padahal mereka menyaksikan rakyatnya menderita kelaparan, bahkan disetiap harinya

banyak mayat-mayat yang berserakan bagai guguran dedaunan di musim gugur, tangisan

bayi-bayi malang yang tersebar di penjuru sudut jalan terus memekakkan telinga bagi

mereka yang mendengarnya, dan yang menyedihkan lagi mereka menyuruh kami

membuat masakan yang enak dan banyak disaat kami dililit sakit yang teramat sangat

karena harus menahan lapar.........

Petani 3 :

”Maaf kyai,apakah waktu itu tidak ada orang yang melawan kedholiman penguasa yang

rakus itu?”

Kyai :

”Tentu ada saudaraku, setiap kali ada orang yang menentang peguasa, sekejap itu pulalah

penguasa berupaya dengan segala cara untuk memberangusnya, mulai dari menyuap

dengan segala bujukan sampai melenyapkan orang tersebut tanpa bekas.

Petani 4 :

”Lalu bagaimana dengan nasib kami sekarang, tolonglah berikan kami jalan

keluarnya.......”

Kyai Berumbung lagi berdialog dengan para santri/petani mengenai upeti masyarakat

yang harus diserahkan kepada penguasa dan keresahan masyarakat tentang pencurian

yang merajalelah akibat dari besarnya upeti yang harus diserahkan kepada penguasa.

Sampai-sampai timun pun dicurinya.

Kyai :

”Apa yang bisa saya perbuat untuk meringankan penderitaan kalian?”

Petani 5 :

”Kyai Barumbung yang kami ta’dzimi, kami masih bisa hidup sampai sekarang karena

nekad mengais makanan yang kami dapatkan dari tumbuh-tumbuhan yang masih tersisa

di ladang kami, walau hasil panen kami berkecukupan tapi semuanya harus kami

serahkan pada penguasa sebagai upeti, anggaplah upeti itu untuk membeli sisa umur

kami, dan yang lebih memprihatinkan lagi, tanaman timun yang kami jadikan hasil

sampingan itupun raib dicuri tanpa ampun, kalaupun tersisa hanya tinggal batangnya saja.

Tarian para petani

Para petani (santri) menghadap Kyai Berumbung untuk mendengarkan petuah.

Kyai :

”Assalamualaikum Wr.Wb.”

Para petani :

”Waalaikum salam Wr.Wb.”

Kyai :

”Alhamdulillah wa syukurilah, kita masih dalam lindungan Allah SWT, walau kita

sedang diuji oleh Tuhan dan dalam kondisi yang menurut kasat mata sangat menyedihkan

sesungguhnya merekalah para peguasa beserta antek-anteknya yang kelak jauh lebih

menderita di hari pembalasan. Dunia ini hanya tempat persinggahan sementara, maka

gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk memperbaiki hidup, dengan ilmu dan ikhtiar.

Dua orang masuk (penderitaan rakyat akibat penguasa lalim) dengan dianiaya oleh

penguasa.

Pembawa Upeti 1 :

(menangis dengan ketidakberdayaan)

”Assalamualaikum.......”

Kyai :

”Waalaikum salam, kenapa kalian? Ada apa? Tolong ambilkan minum buat

mereka.........sebut nama Tuhannmu.......tenangkan diri kalian.......baiklah ceritakan......

Pembawa Upeti 1 :

”begini kyai, barusan kami diseret paksa mengelilingi sawah kami sendiri kerena upeti

yang kami serahkan berkurang dari semestinya, kami sudah jujur mengutarakan

penyebabnya bahwa tanaman timun kami banyak yang busuk gara-gara kami tidak rutin

merawatnya....”

Pembawa Upeti 2 :

”itu terjadi karena beberapa hari terakhir ini kami sakit, kami benar-benar tidak mampu

lagi mengurusi sawah kami, jangankan berjalan, berdiripun saja kami sudah tidak

sanggup, tapi mereka tidak mau tahu yang penting menurut mereka upeti tetap harus

dibayar seperti biasanya, kami sudah tidak sanggup lagi menerima penderitaan ini, apa

yang musti kami perbuat?”

Kyai barumbung mendekati santrinya (hewan Kera) dan menyuruhnya untuk menjaga

lahan timun disekitar wilayahnya.

Kyai :

”wahai muridku, kesinilah.......mulai nanti malam kau kuberi tugas untuk menjaga timuntimun

mereka jangan sampai hilang dicuri orang, kalau kamu gagal, mati itu jauh lebih

baik buatmu.

Assalamu’alaikum...

Para santri :

Walaikumsalam...

(penuh keheranan, bahkan 2 orang yang lagi menunggu jawaban dari kyai hanya bisa

melotot tanda tak mengerti)

Adegan kera mewarnai timun

Santri petani laporan kepada kyai Barumbung sudah tidak ada lagi pencurian timun dan

masyarakat sekarang sudah tidak resah lagi. Dan ajaibnya timun yang dulunya warnanya

hijau sekarang berubah menjadi timun putih.

Kyai :

”Assalamualaikum Wr.Wb. bagaimana kabar kalian sekarang?”

Santri :

”Waalaikum salam Wr.Wb. Alhamdulillah kabar kami jauh lebih baik kyai, sejak kera

milik kyai menjaga sawah kami sejak itu pulalah tanaman timun kami tidak dicuri lagi,

kami minta maaf karena telah berburuk sangka waktu kyai seolah-olah tidak memberikan

jalan keluar pada saudara kami waktu itu, ternyata kyai sangatlah bijaksana dalam

menyelesaikan masalah kami......sekali lagi kami minta maaf kyai..............

Kyai :

(tersenyum tipis)

”Kalian patut bersyukur pada Allah SWT, saya hanya perantara untuk menyampaikan

pelajaran hidup pada kalian, tidak ada satupun ciptaan Tuhan yang sia-sia, termasuk

hewan kera ini, dia menggunakan anugerah Tuhan berupa naluri/akal dalam

menyelesaikan masalah, apalagi kalian manusia yang Tuhan ciptakan jauh lebih

sempurna dan komplit dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup, tidakkah kalian

menyadari hal itu, maka bangkitlah wahai saudara-saudaraku, gunakan segenap

kemampuan dan seluruh anugerah Tuhan itu sesuai dengan situasi dan kondisi yang

sedang kita alami, bersyukur bukan sekedar dengan ucapan tetapi menggunakan anugerah

Tuhan sebagaimana mestinya untuk kemaslahatan dalam hidup.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

PETUGAS PENGUMPUL UPETI MASUK NAMUN DIHALANGI OLEH KERA.

PARA PENARI KETAKUTAN DAN MULAI MELAKUKAN DOA AGAR DIBERI

KEKUATAN OLEH TUHAN DAN DILANJUTKAN DENGAN TARI RONJANGAN.

SEMUA MENGHADAP KYAI BARUMBUNG DAN PUJI SYUKUR SEGALA

BENTUK PENINDASAN BISA TERATASI DAN BERKAT KERA PUTIH SANTRI

KYAI BARUMBUNG PANEN TIMUN DAN PALAWIJA LAINNYA MELIMPAH

HINGGA MENJADIKAN MASYAKAT MAKMUR GEMAH RIPA LOH JINAWI.

A. Pengertian Pantomime

Pantomim adalah seni pertunjukan yang memvisualisasikan suatu objek atau benda tanpa menggunakan kata-kata, namun menggunakan gerakan tubuh dan mimik wajah. Bahkan pantomime memvisualisasikan rasa dengan gerakan tubuh dan mimiknya. Pantomim merupakan pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal.

B. Sejarah Pantomime

Istilah pantomime berasal dari bahasa Yunani yang artinya serba isyarat. Berarti secara etimologis, pertunjukan pantomime yang dikenal sampai sekarang itu adalah sebuah pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal. Pertunjukan itu bahkan bisa sepenuhnya tanpa suara apa-apa. Jelasnya, pantomime adalah pertunjukan bisu ( Bakdi Sumanto,1992:1).

Menurut Aristoteles, pantomime telah dikenali sejak zaman Mesir Kuno dan India. Kemudian, dalam perkembangannya menyebar ke Yunani, sebagaimana ditulis Aristoteles dalam Potics itu. Lebih lanjut Aristoteles menjelaskan bahwa teori pantomime tersebut bermula dari temuan-temuan pada relif-relif candi dan piramida. Dalam relief tadi dikisahkan adanya gambaran tentang seorang laki-laki dan atau perempuan sedang melakukan gerakan yang diduga bukan tarian.

Hal tersebut semakin jelas sesudah adanya katagorisasi dari berbagai seni pertunjukan yang dilakukan Aristoteles berdasarkan ciri-ciri bawaannya, sehingga dapat dibedakan adanya sebutan tarian dan bahasa isyarat. Oleh karena pantomime mengacu pada ciri dasar dari bahasa isyarat tadi maka jelaslah bahwa seni pertunjukan pantomime memang sudah ada sejak lama.

C. Unsur-unsur Pembentuk Sebuah Cerita Dalam Pantomime

· Mimik : Seorang pemain pantomime sangat mengandalkan ekspresi mimik dalam menerangkan suatu keadaan seperti sedih, marah, kecewa, gembira, bingung ,dll.

· Gerak : Gerak tubuh bertugas menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada, seperti memegang gelas, memegang pisau, memegang kaca, berjalan, berlari, naik tangga, dll.

· Musik : Musik dalam hal ini sangat mendukung guna menciptakan atmosfer situasi yang terjadi sehingga penonton juga dapat larut dalam situasi itu seperti situasi seram, situasi bahagia, situasi sedih, dll. Karena berkait dengan musik maka seorang pemain pantomime juga harus mampu menguasai tempo dalam sebuah irama sehingga ia dapat menyesuaikan gerak tubuhnya dengan tempo lagu/irama yang saat itu terdengar. Hal ini sangat penting agar penonton tidak merasakan kejanggalan karena apa yang dilihat tidak sesuai dengan apa yang didengar. Contohnya, musik dalam keadaan sedih mungkin dipilih yang temponya pelan, dalam keadaan tergesa-gesa mungkin temponya cepat, dll

D. Perkembangan Pantomime Indonesia

Dalam perkembangannya, pantomim menjadi suatu seni pentas tersendiri. Perkembangan pantomim dunia telah menemukan dinamisitasnya jauh waktu, sedangkan di Indonesia baru dimulai sekitar tahun 1970-an, khususnya di Jakarta dan Yogyakarta. Tidak banyak seniman yang menggeluti pantomim dan hanya beberapa seniman yang cukup konsisten, seperti Sena A. Utaya, Didi Petet (Sena Didi Mime), Jemek Supardi, Moortri Poernomo, dan Deddy Ratmoyo. Realitas sosial juga menunjukkan bahwa belum tercapai apresiasi yang menggembirakan dari masyarakat terhadap eksisitensi pantomim. Diketahui bahwa dekade 1990-an, Pantomim Yogya mengalami pasang surut yang cukup serius.

Postingan Lama

Blogger Template by Blogcrowds